Utang Pemkab Sragen Tanpa Kuasa Bupati
Kliping Berita, News 09.06
suaramerdeka.com – Utang atas nama Pemerintah kabupaten (Pemkab) Sragen di BPR Karangmalang, ternyata tanpa sepengetahuan bupati. Berkas permohonannya, tidak dilengkapi dengan surat kuasa bupati. Proses pinjaman daerah itu berlangsung tahun 2006 dan 2007. Bupati yang menjabat saat itu adalah Untung Sarono Wiyono Sukarno.
Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi APBD Sragen 2003-2010 di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (14/12). Sidang ini menghadirkan mantan Bupati Untung sebagai terdakwa, didampingi kuasa hukumnya Dani Sriyanto. Sementara, saksi bernama Radji lah yang membeber fakta ihwal pinjaman daerah tersebut.
Radji adalah Direktur Pemasaran BPR Karangmalang. Menuurt Radji, pihaknya saat itu mengizinkan pencairan kredit yang diminta oleh Adi Dwijantoro. Saat itu Adi menjabat sebagai staf DPKAD Sragen. “Pinjaman dicairkan karena status Pak Adi sebagai pejabat Pemkab, meskipun pernohonannya tidak dilengkapi surat kuasa dari bupati,” terang Radji dihadapan majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini.
BPR Karangmalang juga memiliki pertimbangan lain, yakni dalam surat surat perintah pencairan kredit terbubuh tanda tangan Sekda Sragen Kushardjono. Padahal Adi tercatat mengajukan pinjaman atas nama pribadi. Janggalnya, Pemkab Sragen lah yang harus menanggung jika terjadi kemacetan kredit.
Seperti sidang sebelumnya, kode “QQ” kembali menjadi pembahasan. Kode ini diterjemahkan sebagai perwakilan secara sah. Dalam pinjaman atas nama Adi tertera kode “QQ Pemkab Sragen”. Hal itu berarti Pemkab Sragen menjadi pihak terwakili dan turut bertanggungjawab atas pinjaman.
Dalam sidang, Radji memaparkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Bank Indonesia pada November 2007. LHP tersebut menyatakan bahwa pinjaman tersebut adalah kepunyaan Pemkab Sragen, bukan pinjaman Adi. “Sehingga yang menanggung akibat apabila terjadi kredit macet, adalah Pemkab Sragen,” terang Radji.
Atas keterangan saksi tersebut, terdakwa Untung menyatakan tidak tahu menahu. “Saya tidak berhubungan dengan saksi, jadi saya tidak tahu,” terangnya kepada hakim. Untung menampik tudingan soal perintahnya atas pinjaman di BPR Karangmalang sebesar Rp 6,1 miliar. Dalam dakwaan jaksa, Untung diduga menikmati secara pribadi dana hasil pinjaman itu.
Pinjaman tersebut dicairkan dengan jaminan bilyet deposito sebesar Rp 8 miliar atas yang bersumber dari kas daerah Sragen. Dalam sidang sebelumnya terungkap, pengajuan pinjaman tidak melalui persetujuan DPRD Sragen. Hal itu menyalahi PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Dalam peraturan tersebut, tertera permohonan pinjaman yang menjaminkan aset daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah dan melalui persetujuan DPRD.
( Eka Handriana /CN34 / JBSM )
Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi APBD Sragen 2003-2010 di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (14/12). Sidang ini menghadirkan mantan Bupati Untung sebagai terdakwa, didampingi kuasa hukumnya Dani Sriyanto. Sementara, saksi bernama Radji lah yang membeber fakta ihwal pinjaman daerah tersebut.
Radji adalah Direktur Pemasaran BPR Karangmalang. Menuurt Radji, pihaknya saat itu mengizinkan pencairan kredit yang diminta oleh Adi Dwijantoro. Saat itu Adi menjabat sebagai staf DPKAD Sragen. “Pinjaman dicairkan karena status Pak Adi sebagai pejabat Pemkab, meskipun pernohonannya tidak dilengkapi surat kuasa dari bupati,” terang Radji dihadapan majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini.
BPR Karangmalang juga memiliki pertimbangan lain, yakni dalam surat surat perintah pencairan kredit terbubuh tanda tangan Sekda Sragen Kushardjono. Padahal Adi tercatat mengajukan pinjaman atas nama pribadi. Janggalnya, Pemkab Sragen lah yang harus menanggung jika terjadi kemacetan kredit.
Seperti sidang sebelumnya, kode “QQ” kembali menjadi pembahasan. Kode ini diterjemahkan sebagai perwakilan secara sah. Dalam pinjaman atas nama Adi tertera kode “QQ Pemkab Sragen”. Hal itu berarti Pemkab Sragen menjadi pihak terwakili dan turut bertanggungjawab atas pinjaman.
Dalam sidang, Radji memaparkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Bank Indonesia pada November 2007. LHP tersebut menyatakan bahwa pinjaman tersebut adalah kepunyaan Pemkab Sragen, bukan pinjaman Adi. “Sehingga yang menanggung akibat apabila terjadi kredit macet, adalah Pemkab Sragen,” terang Radji.
Atas keterangan saksi tersebut, terdakwa Untung menyatakan tidak tahu menahu. “Saya tidak berhubungan dengan saksi, jadi saya tidak tahu,” terangnya kepada hakim. Untung menampik tudingan soal perintahnya atas pinjaman di BPR Karangmalang sebesar Rp 6,1 miliar. Dalam dakwaan jaksa, Untung diduga menikmati secara pribadi dana hasil pinjaman itu.
Pinjaman tersebut dicairkan dengan jaminan bilyet deposito sebesar Rp 8 miliar atas yang bersumber dari kas daerah Sragen. Dalam sidang sebelumnya terungkap, pengajuan pinjaman tidak melalui persetujuan DPRD Sragen. Hal itu menyalahi PP 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Dalam peraturan tersebut, tertera permohonan pinjaman yang menjaminkan aset daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah dan melalui persetujuan DPRD.
( Eka Handriana /CN34 / JBSM )
Sumber / Link : suaramerdeka
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
