KUNGKUM TIRAKAT di Kali, Perdes Plumbungan Tewas
Karangmalang, Karangtal, Patroli, Plumbungan, Utama 02.04
![]() |
ilustrasi/google.com |
Suasana rumah Sutrisno, 55, di Dukuh Karangtal RT
021, Desa Plumbungan, Karangmalang, Sragen lengang, Jumat (15/6/2012)
sore. Kajang seng masih berdiri di depan rumah berdinding papan.
Sejumlah kelopak bunga mawar terlihat bercampur dengan kerikil di jalan
kampung depan rumah yang kini hanya dihuni seorang ibu dan tiga orang
anak.
Tiga kursi kumal masih terlihat di depan rumah itu. Lembaran tikar
yang menutupi tanah di ruang tamu pun belum dilipat. Ada dua kamar yang
tertutup tirai coklat muda. “Sapto, anak korban ada di dalam. Di tunggu
saja sebentar lagi juga keluar,” ujar salah seorang tetangga Sutrisno
setelah mengantarkan Solopos.com di rumah duka.
Suasana duka masih menyelimuti rumah Sutrisno. Prosesi pemakaman
jenazahnya baru usai beberapa menit yang lalu. Sutrisno adalah Kaur
Pemerintahan di Desa Plumbungan yang tewas saat tirakat di pertemuan
Sungai Bekasar di wilayah Kecamatan Sambirejo, Jumat dini hari.
Seorang laki-laki berperawakan kecil dengan tinggi sekitar 150 cm
keluar dari dalam rumah. Sapto Supriyadi, 15, demikian nama pria yang
masih duduk di bangku Kelas I SMK Binawiyata Sragen. “Ada apa pak? Maaf
ibu sedang salat,” ujar Sapto menyapa Solopos.com yang bertandang ke
rumahnya.
Dua orang adiknya, Siti Rohmah, 12, ikut duduk jongkok di depan
pintu. Adik Sapto yang paling bungsu, Rizky, 10, juga ikut menemani
kakaknya dengan duduk beralas tanah dengan kepala bersandar pilar kecil.
Sapto mulai mengisahkan nasib nahas yang menimpa ayahandanya.
“Saya dan ayah berangkat ke Sambirejo pukul 24.00 WIB. Tadi malam
merupakan malam Jumat Kliwon di bulan Rajab ini. Kami berangkat
mengendarai motor Yamaha Yupiter Z (berpelat nomor AD 6515 TY-red). Kami
sudah biasa kungkum tirakat di tempat itu. Biasanya pada malam satu
Sura. Saya tak merasakan hal aneh ketika hendak berangkat. Tapi memang
bapak agak masuk angin sebelum berangkat,” akunya.
Sapto semula sempat ikut kungkum di pertemuan anak sungai dengan
Sungai Bekasar. Mereka kungkum di tempat itu dalam kondisi telanjang.
Satu jam berlalu, sekitar pukul 01.00 WIB, Sapto pun naik ke daratan
karena tak kuat dingin. Dia hanya menunggui ayahnya di pinggir kali sisi
timur sembari mengawasi ayahnya. Sekitar pukul 04.00 WIB, Sapto kaget
karena tak melihat ayahnya lagi. Dia berusaha mencari ayahnya dengan
menyebut-nyebut nama ayahnya.
“Semalaman saya tidak tidur. Saat saya tak melihat bapak, saya
mencarinya seraya menyeru namanya. Sekitar lima menit, saya berhasil
menemukan ayah dalam kondisi terkapar di dalam air. Saya membawanya ke
tepian. Saat itu tubuh bapak dingin dan tidak bernafas. Saya langsung
berteriak minta tolong,” kisahnya.
Mendengar cerita itu, Siti dan Rizky hanya terdiam. Matanya
kemerah-merahan. Bibirnya bergerak-gerak seperti menahan tangis. Tangan
Siti sibuk membuat lingkaran dengan jari-jarinya di tanah. Sedangkan
Rizky terdiam dengan mendekap tiang penyangga atap teras.
Sekitar pukul 04.30 WIB, seorang warga datang ke lokasi. Setelah
melihat tubuh korban, orang itu pun segera berlari ke kampung untuk
meminta bantuan warga lainnya. Sejumlah orang memenuhi pinggir Sungai
Bekasar dalam waktu singkat. Mereka tak berani mengevakuasi korban.
Mereka memilih menghubungi aparat Polsek Sambirejo.
Beberapa saat berlalu, tim Polsek Sambirejo dan tim medis Puskesmas
Sambirejo datang ke lokasi. Jenazah korban dievakuasi dan dibawa ke
puskesmas untuk divisum. “Hasil pemeriksaan dokter puskesmas dan unit
identifikasi Polres Sragen tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Dari
riwayat sebelumnya, korban mengeluh sakit pada dada dan sesak napas.
Korban meninggal dunia diduga karena hipotermia atau kedingian dan
gangguan fungsi jantung,” ujar Kapolsek Sambirejo, AKP Hariyanto,
mewakili Kapolres Sragen, AKBP Susetio Cahyadi.
Korban pun akhirnya diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Sumber : solopos.com
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
