Eks Direktur BPR Djoko Tingkir Dihukum 2 Tahun
Patroli 11.31
Mantan Direktur Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Djoko Tingkir Kabupaten Sragen, Widodo dihukum dua tahun penjara. Ia juga didenda Rp 50 juta, setara dengan dua bulan kurungan. Putusan pidana itu dibacakan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (19/11) sore.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang yang diketuai Ifa Sudewi menyatakan Widodo terbukti turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan kas daerah Sragen hingga Rp 11,2 miliar. "Menyatakan terdakwa (Widodo - red) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsider," demikian hakim Ifa Sudewi.
Dalam dakwaan subsider, jaksa menerapkan Pasal 3 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001. Hakim tak menjatuhkan pidana denda kepada Widodo, karena tak menemukan bukti aliran uang korupsi ke pihak Widodo.
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa. Semula Widodo dituntut pidana tiga tahun penjara dengan denda Rp 200 juta, setara dengan enam bulan kurungan. Atas putusan itu, Widodo didampingi penasihat hukumnya M Badrus Zaman menyatakan menerima putusan.
"Namun sebagai penasihat hukum, saya tidak sependapat dengan putusan itu. Karena klien kami menyatakan menerima, ya sudah. Karena kalau banding dikhawatirkan putusan lebih berat," kata Badrus usai sidang.
Kasus ini bermula dari penempatan uang kas daerah dalam deposito BPR Djoko Tingkir. Penempatan itu dilakukan secara bertahap dari 2003-2007, atas nama Bupati Sragen saat itu, Untung Wiyono. Akumulasi penempatan deposito itu mencapai Rp 36,9 miliar dalam 46 sertifikat deposito.
Deposito itu kemudian dijaminkan untuk pinjaman sebesar Rp 36,1 miliar, dipecah dalam 107 surat perjanjian kredit. Penjaminan deposito yang merupakan aset daerah itu tanpa melalui persetujuan DPRD setempat.
Hal itu tak sesuai dengan Pasal 11 Bab V PP 107/2000 dan PP 54/2005 tentang Pinjaman Daerah. Pada saat jatuh tempo, masih terdapat sisa kredit sebesar Rp 11,2 miliar. Kredit itu telah digolongkan macet, berdasar pemeriksaan Bank Indonesia.
Karena itu, jaminan kredit berupa sertifikat deposito kas daerah itu dicairkan. Berdasar perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Jawa Tengah, jumlah tersebut merupakan kerugian pemerintah daerah setempat.
Dalam sidang terungkap BPR telah melakukan perubahan perjanjian kredit hingga dua kali. Namun, hal itu dilakukan tanpa analisa keuangan. Bahkan pinjaman yang diajukan atas nama Koeshardjono dilampiri syarat salinan KTP yang sudah tak berlaku.
Menurut Badrus, kliennya tak mengetahui penggunaan uang tersebut. Sementara ihwal analisa kredit, Badrus mengatakan hal tersebut tidak serta merta langsung diterapkan sanksi pidana. "Seharusnya sanksi administrasi, berupa teguran dan nanti ada pembelaan. Karena itu menyangkut pelanggarana Standar Operasional Prosedur," ujar Badrus.
Sumber : http://www.suaramerdeka.com
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :


