Jangan Malu Mengaku Wong Sragen


Foto Saya
Kabupaten Sragen memang tak setenar dan semegah Jakarta atau Surabaya. Ibukotanya pun hanya sebuah kota kecil, dengan nama sama, di ujung timur Provinsi Jawa Tengah bagian tengah. Kota Sragen hanya ramai di siang hari lantaran dilewati jalur lalu lintas Solo-Surabaya yang padat. Selepas azan Isya, biasanya toko-toko sudah tutup, dan kota pun sepi, seperti tak berpenghuni atau tengah didera larangan keluar malam.

Tak ada yang terlalu istimewa dari kota yang menjadi ibukota Kabupaten Sragen ini. Maka, kalaupun ada yang membuat Kabupaten Sragen tenar ke seantero jagad, paling-paling ialah situs dan museum benda-benda purbakala di Sangiran; tradisi seks bebas demi mencari pesugihan (kekayaan) secara magis di kawasan Gunung Kemukus yang kini telah menjadi ajang prostitusi terselubung; serta pelanggaran HAM oleh Orde Baru-Soeharto terhadap penduduk di sekitar (calon) Waduk Kedung Ombo.

Namun, alhamdulillah, sejak di bawah kepemimpinan Bupati Haji Untung Wiyono, Sragen terus menggeliat. Latar belakang Pak Untung yang entrepreneur sejati –memulai usaha betul-betul dari nol lengkap dengan episode jatuh-bangunnya— membuatnya terbiasa berpikir kreatif dan inovatif. Keterbatasan Kabupaten Sragen dalam sumber daya alam maupun potensi pendukung lainnya, tak membuatnya berkecil hati. Satu demi satu proyek unggulan pun muncul mengharumkan Sragen ke pentas nasional. Sebut misalnya proyek sentra padi dan pupuk organik, sistem pelayanan izin usaha satu pintu, dan sistem pelayanan publik yang transparan dan tertib, yang menjadi rujukan kota atau daerah lainnya. Bahkan kabupaten yang sama sekali tidak menghasilkan tanaman tembakau ini kini memiliki pabrik pelintingan rokok, yang mampu menyerap ribuan karyawan, hasil kerjasama dengan industri rokok raksasa Sampoerna.

Jalan-jalan di Sragen pun sekarang rata-rata bagus dan mulus. Bukan hanya telah di aspal, melainkan sebagian besar sudah menikmati aspal kualitas hotmix atau yang akrab dikenal warga setempat sebagai aspal goreng. Dan ini tak cuma di dalam kota atau pinggiran kota, tetapi sudah merangsek hingga desa-desa terpencil. Di jalan kabupaten menuju Kecamatan Jenar, salah satu kawasan terminus yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, misalnya, sudah sejak tahun lalu di-hotmix. Demikian pula banyak ruas jalan lainnya.

Sementara itu, penduduk Sragen yang sebagian besar menjadi perantau dan bekerja di sektor informal di kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa, serta sebagian besar lainnya banyak yang menjadi TKI atau TKW di luar negeri, memberi pula sumbangan kebangkitan ekonomi yang cukup berarti bagi Kabupaten ini. Hasilnya, rumah-rumah permanen bergaya real estat, lengkap dengan garasi mobil, pun marak dibangun di desa-desa. Banyak perantau ini yang tak lagi puas memiliki simpanan kendaraan roda dua, tapi juga mobil cukup mewah –meski hanya dipakai beberapa kali setahun tatkala mereka mudik. Semangat gotong royong mereka pun masih terjaga relatif baik. Maka tak heran jika jalan-jalan perkampungan sekarang banyak yang sudah diaspal atau dicor dengan cara swasembada atau gotong royong tadi. Boleh percaya atau tidak, perkampungan di Sragen kini tampak lebih rapi, indah, dan sehat ketimbang perkampungan kumuh di Jakarta.

Karena itu, jangan khawatirkan urbanisasi penduduk Kabupaten Sragen. Mereka pergi ke kota besar sekadar untuk mengais rezeki. Anak dan istri serta domisili tetap di rumah: Sragen Asri. Maka justru sesat pikir jika Pemda Jakarta dari tahun ke tahun, seusai Lebaran, hendak memaksa pendatang baru ke kota ini berganti KTP Jakarta. Bupati kami, Pak Untung Wiyono, sendiri bahkan semula adalah juga wong cilik miskin. Beliau sukses menjadi pengusaha di Jakarta setelah sebelumnya terlunta-lunta menjadi kuli bangunan dan bekerja serabutan lainnya. Toh setelah sukses, ia pulang kembali ke kampung halaman dan betah di Sragen. Sebab yang menjadi persoalan adalah: bukan kami hendak mukim di Jakarta, tapi sekitar 80% rupiah hanya berputar-putar di Jakarta dan sekitarnya. Maka kadang hanya ada dua pilihan bagi segenap kaum pinggiran negeri ini: Datang ke Jakarta mengadu nasib atau sengsara abadi di kampung sendiri.

Dan orang-orang Sragen banyak yang seperti itu. Lihat saja mereka yang menjadi pengasong minyak wangi dan arloji di Bandara Soekarno-Hatta atau tukang ojek di kawasan Pasar Minggu, atau pedagang buah dengan gerobag di sekitar Ancol dan Pulogadung. Sebagian besar adalah warga Sragen. Dengan pekerjaan yang kesannya remeh temeh itu mereka rata-rata mampu mengirim 4-5 juta per bulan ke kampung halaman untuk menghidupi anak-istri. Jauh melebihi gaji rata-rata pegawai pemda. Maka tak mengherankan, sekarang ini justru rumah para PNS, pensiunan PNS, atau aparat pemerintah lainnya, yang terkesan kumuh di tengah rumah-rumah megah para perantau ini. Anak-anak para pekerja sektor informal ini pun pelan tapi pasti mengalami mobilitas vertikal: mulai banyak yang bisa menikmati pendidikan mencukupi dan kemudian bekerja sebagai bidan, guru, bintara TNI, bahkan kuliah di bangku perguruan tinggi atau masuk Akabri.

Walhasil, dengan segala kemajuan tadi, tak ada alasan lagi untuk malu mengaku sebagai warga Sragen. Selama ini lazim terjadi, anak-anak muda Sragen malu-malu mengakui jika dirinya asli Sragen. Apalagi kata Sragen memang terkesan asing di tengah kosa kata nama-nama kota lainnya di Jawa Tengah. Seolah-olah kata Sragen adalah bukan sebuah kata dalam khazanah bahasa Jawa...Biasanya anak-anak muda Sragen akan mengaku sebagai wong Solo atau asal Solo jika ditanya orang. Baru kemudian jika di-follow up-i dengan pertanyaan: Solonya mana? Maka Jawaban Sragen pun muncul. Bahkan kadang-kadang masih ditutup-tutupi dulu dengan imbuhan: Solo utara. Setelah dikejar Solo utaranya mana? Jawabnya: Sragen...alah-alah, mesake tenan hehe.(jarot)

Pengirim / Sumber : Jarot Doso
Email : jarot10@gmail.com

JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :



Dikirim oleh lintas-sragen pada 21.34. dan Dikategorikan pada . Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas
  1. KEC. GEMOLONG
  2. > Brangkal
  3. > Gemolong
  4. > Genengduwur
  5. > Jatibatur
  6. > Jenalas
  7. > Kalangan
  8. > Kragilan
  9. > Kwangen
  10. > Kaloran
  11. > Nganti
  12. >Ngembatpadas
  13. > Paleman
  14. > Purworejo
  15. > Tegaldowo

  16. KEC. GESI
  17. > Blangu
  18. > Gesi
  19. > Pilangsari
  20. > Poleng
  21. > Slendro
  22. > Srawung
  23. > Tanggan

  24. KEC. GONDANG
  25. > Bumiaji
  26. > Glonggong
  27. > Gondang
  28. > Kaliwedi
  29. > Plosorejo
  30. > Srimulyo
  31. > Tegalrejo
  32. > Tunggul
  33. > Wonotolo

  34. KEC. JENAR
  35. > Banyuurip
  36. > Dawung
  37. > Japoh
  38. > Jenar
  39. > Kandangsapi
  40. > Mlale
  41. > Ngepringan

  42. KEC. KALIJAMBE
  43. > Banaran
  44. > Bukuran
  45. > Donoyudan
  46. > Jetis Karangpung
  47. > Kalimacan
  48. > Karangjati
  49. > Keden
  50. > Krikilan
  51. > Ngebung
  52. > Samberembe
  53. > Saren
  54. > Tegalombo
  55. > Trobayan
  56. > Wonorejo

  57. KARANGMALANG
  58. > Guworejo
  59. > Jurangjero
  60. > Kedungwaduk
  61. > Kroyo
  62. > Mojorejo
  63. > PelemGadung
  64. > Plosokerep
  65. > Plumbungan
  66. > Puro
  67. > Saradan

  68. KEC. KEDAWUNG
  69. > Bendungan
  70. > Celep
  71. > Jenggrik
  72. > Karangpelem
  73. > Kedawung
  74. > Mojodoyong
  75. > Mojokerto
  76. > Pengkok
  77. > Wonokerso
  78. > Wonorejo

  79. KEC. MASARAN
  80. > Dawungan
  81. > Gebang
  82. > Jati
  83. > Jirapan
  84. > Karangmalang
  85. > Kliwonan
  86. > Krebet
  87. > Krikilan
  88. > Masaran
  89. > Pilang
  90. > Pringanom
  91. > Sepat
  92. > Sidodadi

  93. KEC. MIRI
  94. > Geneng
  95. > Jeruk
  96. > Sunggingan
  97. > Girimargo
  98. > Doyong
  99. > Soko
  100. > Brojol
  101. > Bogor
  102. > Gilirejo
  103. > Gilirejo Baru

  104. KEC. MONDOKAN
  105. > Sono
  106. > Tempelrejo
  107. > Trombol
  108. > Jekani
  109. > Pare
  110. > Kedawung
  111. > Jambangan
  112. > Gemantar
  113. > Sumberejo

  114. KEC. NGRAMPAL
  115. > Bandung
  116. > Bener
  117. > Gabus
  118. > Karangudi
  119. > Kebonromo
  120. > Klandung
  121. > Ngarum
  122. > Pilangsari

  123. KEC. PLUPUH
  124. > Cangkol
  125. > Dari
  126. > Gedongan
  127. > Gentan Banaran
  128. > Jabung
  129. > Jembangan
  130. > Karanganyar
  131. > Karangwaru
  132. > Karungan
  133. > Manyarejo
  134. > Ngrombo
  135. > Plupuh
  136. > Pungsari
  137. > Sambirejo
  138. > Sidokerto
  139. > Somomorodukun

  140. KEC. SAMBIREJO
  141. > Blimbing
  142. > Dawung
  143. > Jambeyan
  144. > Jetis
  145. > Kadipiro
  146. > Musuk
  147. > Sambi
  148. > Sambirejo
  149. > Sukorejo

  150. SAMBUNGMACAN
  151. > Banaran
  152. > Banyuurip
  153. > Bedoro
  154. > Cemeng
  155. > Gringging
  156. > Karanganyar
  157. > Plumbon
  158. > Sambungmacan
  159. > Toyogo

  160. KEC.SIDOHARJO
  161. > Bentak
  162. > Duyungan
  163. > Jambanan
  164. > Jetak
  165. > Pandak
  166. > Patihan
  167. > Purwosuman
  168. > Sidoharjo
  169. > Singopadu
  170. > Sribit
  171. > Taraman
  172. > Tenggak

  173. KEC. SRAGEN
  174. > Karang Tengah
  175. > Kedungupit
  176. > Nglorog
  177. > Sine
  178. > Sragen Kulon
  179. > Sragen Tengah
  180. > Sragen Wetan
  181. > Tangkil

  182. KEC. SUKODONO
  183. > Baleharjo
  184. > Bendo
  185. > Gebang
  186. > Jati Tengah
  187. > Juwok
  188. > Karanganom
  189. > Majenang
  190. > Newung
  191. > Pantirejo

  192. SUMBERLAWANG
  193. > Cepoko
  194. > Hadiluwih
  195. > Jati
  196. > Kacangan
  197. > Mojopuro
  198. > Ngandul
  199. > Ngargosari
  200. > Ngargotirto
  201. > Pagak
  202. > Pendem
  203. > Tlogotirto

  204. KEC. TANGEN
  205. > Denanyar
  206. > Dukuh
  207. > Galeh
  208. > Jekawal
  209. > Katelan
  210. > Ngrombo
  211. > Sigit

  212. KEC. TANON
  213. > Bonagung
  214. > Gabugan
  215. > Gading
  216. > Gawan
  217. > Jono
  218. > Kalikobok
  219. > Karangasem
  220. > Karangtalun
  221. > Kecik
  222. > Ketro
  223. > Padas
  224. > Pengkol
  225. > Sambiduwur
  226. > Slogo
  227. > Sewatu
  228. > Tanon


Pulau Seribu
Kang Lintas Kang Lintas
Kang Lintas Kang Lintas

Pengunjung Online

2010 Berita Sragen. All Rights Reserved. - Designed by Berita Sragen