KOMPOSER MUDA DAN BERBAKAT DARI SRAGEN

Gigih, si penunggang skuter matik lawas ini, adalah komposer muda. Lewat dentingan piano pinjaman, ia menghasilkan banyak lagu sendu nan mengawang. Pemuda 24 tahun ini masih bertahan berada di luar jalur musik industri meski kerap sepi.

       Gardika Gigih Pradipta Lahir: Sragen, 5 Agustus 1990 Ayah: Agus Purwoko, peneliti tanaman Ibu: Prasetyaningsih, guru SMP Negeri 2 Sragen Pendidikan: SMA Kolese De BrittoInstitut Seni Indonesia, Jurusan Musik, minat utama Komposisi MusikUniversitas Gadjah Mada.

       Beberapa Pentas: ”Kita Sama-sama Suka Hujan”, Bandung dan Jakarta, 2015”Suara Awan”, Yogyakarta, 2014”Berapa Ikan Sudah Mempunyai Nuklir Ya?”, Yogyakarta, 2013”Melodi di Kampung”, Yogyakarta, 2013”Train Music, The Journey of Indonesian Railways”, Yogyakarta, 2012”Melenggang #2”, Australia and Indonesia Collaboration, Yogyakarta, Malang, dan Situbondo, 2012”Impresi 6 Peristiwa”, konser tugas akhir di ISI, Yogyakarta, 2011.

       Ia agak kikuk saat hendak difoto. Gigih tak mau wajahnya terlihat tegang di kamera. ”Kalau difoto, aku maunya senyum atau tertawa, supaya enggak kelihatan spaning,” katanya. Maka, dipanggilah Timoteus Anggawan Kusno, teman satu kontrakannya, yang katanya selalu berhasil membuat tertawa, untuk menemani sesi foto pada Sabtu (11/7) sore itu.

       Permintaan Gigih supaya tidak terlihat spaning itu agak kontras dengan warna musik ciptaannya. Lagunya cenderung membuat ekspresi pendengarnya datar-datar saja, atau malah memunculkan haru. ”Baru satu minggu ini aku bertekad mengubah warna musikku. Sekarang  inginnya membuat lagu yang lebih ceria,” katanya. Gigih sudah memulai warna baru itu dalam proyek nada dering telepon genggam bernama Ring Tone Project.

       Dalam proyek itu, ia memoles empat lagu gubahannya, semua dari piano digital Yamaha DGX 530 untuk bisa dipakai sebagai nada dering. Melalui akun media sosial, Gigih mengumumkan proyek itu. Mereka yang berminat pada lagu Gigih bisa mengirimkan surat elektronik ke alamat musikgigih@gmail.com.

       Piano itu adalah pinjaman dari temannya yang sedang belajar di Italia, dan sudah ia pakai dua tahun lebih. Agustus nanti, piano idamannya, Yamaha U1D jenis upright, akan tiba. Ia membeli piano produksi 1965 itu seharga Rp 21 juta. Untuk menebus piano yang ia sebut bersuara pulen itu, Gigih memakai uang tabungannya, ditambah utang pada koperasi tempat ibunya bekerja.

       Saat ditemui di rumah kontrakannya di daerah Candi Gebang, Sleman, Yogyakarta, Gigih menunjukkan buku tulis bersampul merah. Di buku itu, ia mencatat semua alamat surel calon penerima nada dering. Jumlahnya ada 95 alamat. Penerima dikirimi empat lagu berjudul ”Hujan dan Pertemuan”, ”We will Meet in a Happier Moment”, ”Morning Call”, dan ”Kerinduan”. Ia memilih mengirimkan lagu melalui surel daripada memasang tautan unduh di situs web penyimpan berkas. ”Rasanya lebih personal jika memakai e-mail, bisa ada interaksi,” ujarnya.

        Interaksi yang ia harapkan itu terjadi juga. Beberapa peminat nada deringnya mengajak berkolaborasi membuat karya bareng. Setelah lagu terkirim, Gigih juga mendapati foto, puisi, dan gambar yang terinspirasi lagu-lagu kirimannya. ”Mereka menghidupkan musikku dengan pengalaman personal,” ujarnya. Dari lamunan Lagu-lagu sendu Gigih sepertinya memang cocok untuk mengiringi lamunan. Ia menggambarkan, rata-rata lagunya berkecepatan 40 ketukan per menit (beats per minute/bpm). Itu jauh lebih lambat dibandingkan, misalnya, lagu ”Flight of Bumblebee” milik pianis Maksim Mrvica yang berkecepatan 110 bpm.

       Gigih memintal nada untuk banyak lagunya itu juga dari lamunan. Ia banyak mendapat inspirasi saat menikmati perjalanan menggunakan kereta api. Selain itu, kesenduan hujan juga memberinya ide. Sebagai referensi, Gigih mendengarkan album karya Nils Frahm dan Olafur Arnalds.

        Karya yang terinspirasi dari bunyi-bunyian kereta api, suasana stasiun, dan drama manusia di kereta mengantar Gigih menerima dana dari Kelola Foundation untuk kategori karya seni inovatif. Ia mementaskan delapan komposisi besutannya dalam bentuk orkestra ”Train Music” di Gedung Societet Yogyakarta pada 2012.        Kesukaannya pada hujan juga mempertemukan Gigih dengan seniman lain, seperti duo Banda Neira (Rara Sekar dan Ananda Badudu), Layur, serta duo pemusik gesek, Jeremia Kimoshabe, dan Suta Suma Pangeksi. Mereka berenam menggelar tiga pertunjukan di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta, yang semua tiketnya ludes terjual.          Pada pentas ”Kita Semua Suka Hujan” itu, Gigih mengaransemen ulang karya dari masing-masing kolaborator supaya lebih menyatu. Hasilnya, mereka seperti memainkan komposisi yang benar-benar baru, bukan siapa mengiringi siapa.

        Selain panggung dan internet, film adalah ruang pajang karyanya. Lagunya mengisi film Rumah besutan Yosep Anggi Noen, Lemantun (Wregas Bhanuteja), dan Sowan (Bobby Prasetyo). Pada film Mencari Hilal (sutradara Ismail Basbeth) yang sedang tayang di bioskop, Gigih mengerjakan musik di bawah Charlie Meliala yang bertindak sebagai pengarah musik film itu.

        Gigih belajar musik sejak kelas III SD atas dorongan ibunya, Prasetyaningsih, memakai keyboard tua di rumahnya. Sang ibu, pengajar di SMP Negeri 2 Sragen, memanggil guru bernama Heri Pujianto untuk mengajar anaknya di rumah seminggu sekali. Awalnya ia tidak mau karena jam belajar keyboard itu berbarengan dengan kawan-kawannya bermain sepak bola. Ia sempat jenuh belajar keyboard, yang hanya memainkan karya komposer tenar. Untung gurunya lantas mengajarkan cara merangkai nada, membuat lagu, dan memecah suara. Gigih bersemangat lagi. Buku partitur dari gurunya mulai banyak ia coreti nada-nada sesuai imajinasinya.

       Di bangku SMA, kesenangan Gigih mendapat muara. Ia membentuk band bersama kawan-kawannya. Selain membawakan lagu orang, band dari SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, itu juga memainkan lagu-lagu karangan Gigih. Dialog dengan ayahnya, Agus Purwoko, tentang penjurusan di SMA, membuat Gigih makin yakin pada pilihan bermusik. Cita-cita awalnya adalah jadi arsitek. ”Ternyata aku enggak bisa bikin garis lurus, dan perhitungan ruanganku tidak sinkron. Bapak malah mengingatkanku untuk berpikir ulang kuliah arsitektur. Dia justru menyarankan aku menekuni musik. Akhirnya aku ambil ilmu sosial,” katanya.

        Pilihannya menjadi musisi ia teguhkan di saat kuliah. Masa jeda setelah lulus sekolah ia manfaatkan untuk belajar piano klasik dari guru Ike Kusumawati. Ia lantas mengambil minat utama komposisi musik di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Di kampus, Gigih makin terbiasa memainkan piano, bukan lagi keyboard.

        Selepas kuliah, pembelajaran Gigih belum berhenti. Gigih sempat berkolaborasi dengan pemain pianika asal Jepang, Makoto Nomura, di sebuah pentas di tepi Kali Code pada 2011. Melalui Makoto, Gigih mendapati bahwa ruang kolaborasi terbuka luas dari bermain piano. Belakangan, Makoto dan rekannya, Kumiko Yabu, mengundang Gigih berkolaborasi di Pulau Awajishima, Jepang, September mendatang. Gigih diundang bersama temannya, pengrawit, Welly Hendratmoko. Ia mantap akan berangkat.

        Minatnya pada musik membuat ia bergabung di Forum Musik Tembi yang punya misi mengundang musisi muda berkarya menggunakan instrumen tradisional dalam perhelatan tahunan ”Musik Tradisi Baru”. Dari sinilah, Gigih memutuskan mengambil kuliah magister bidang antropologi di Universitas Gadjah Mada. Ia lulus awal tahun ini dengan tesis yang mengulas proses kreatif komposisi kelompok musik Gangsadewa.

       ”Saya bercita-cita membuat komposisi lagu dengan lebih banyak instrumen tradisional,” katanya. Tahun 2015, ia bertekad merampungkan album pribadinya, yang sudah ia rancang sejak dua tahun silam. Semoga kehadiran Michiko, nama bagi calon pianonya, memperlancar cita-cita itu

JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :



Dikirim oleh Unknown pada 22.24. dan Dikategorikan pada , . Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas
  1. KEC. GEMOLONG
  2. > Brangkal
  3. > Gemolong
  4. > Genengduwur
  5. > Jatibatur
  6. > Jenalas
  7. > Kalangan
  8. > Kragilan
  9. > Kwangen
  10. > Kaloran
  11. > Nganti
  12. >Ngembatpadas
  13. > Paleman
  14. > Purworejo
  15. > Tegaldowo

  16. KEC. GESI
  17. > Blangu
  18. > Gesi
  19. > Pilangsari
  20. > Poleng
  21. > Slendro
  22. > Srawung
  23. > Tanggan

  24. KEC. GONDANG
  25. > Bumiaji
  26. > Glonggong
  27. > Gondang
  28. > Kaliwedi
  29. > Plosorejo
  30. > Srimulyo
  31. > Tegalrejo
  32. > Tunggul
  33. > Wonotolo

  34. KEC. JENAR
  35. > Banyuurip
  36. > Dawung
  37. > Japoh
  38. > Jenar
  39. > Kandangsapi
  40. > Mlale
  41. > Ngepringan

  42. KEC. KALIJAMBE
  43. > Banaran
  44. > Bukuran
  45. > Donoyudan
  46. > Jetis Karangpung
  47. > Kalimacan
  48. > Karangjati
  49. > Keden
  50. > Krikilan
  51. > Ngebung
  52. > Samberembe
  53. > Saren
  54. > Tegalombo
  55. > Trobayan
  56. > Wonorejo

  57. KARANGMALANG
  58. > Guworejo
  59. > Jurangjero
  60. > Kedungwaduk
  61. > Kroyo
  62. > Mojorejo
  63. > PelemGadung
  64. > Plosokerep
  65. > Plumbungan
  66. > Puro
  67. > Saradan

  68. KEC. KEDAWUNG
  69. > Bendungan
  70. > Celep
  71. > Jenggrik
  72. > Karangpelem
  73. > Kedawung
  74. > Mojodoyong
  75. > Mojokerto
  76. > Pengkok
  77. > Wonokerso
  78. > Wonorejo

  79. KEC. MASARAN
  80. > Dawungan
  81. > Gebang
  82. > Jati
  83. > Jirapan
  84. > Karangmalang
  85. > Kliwonan
  86. > Krebet
  87. > Krikilan
  88. > Masaran
  89. > Pilang
  90. > Pringanom
  91. > Sepat
  92. > Sidodadi

  93. KEC. MIRI
  94. > Geneng
  95. > Jeruk
  96. > Sunggingan
  97. > Girimargo
  98. > Doyong
  99. > Soko
  100. > Brojol
  101. > Bogor
  102. > Gilirejo
  103. > Gilirejo Baru

  104. KEC. MONDOKAN
  105. > Sono
  106. > Tempelrejo
  107. > Trombol
  108. > Jekani
  109. > Pare
  110. > Kedawung
  111. > Jambangan
  112. > Gemantar
  113. > Sumberejo

  114. KEC. NGRAMPAL
  115. > Bandung
  116. > Bener
  117. > Gabus
  118. > Karangudi
  119. > Kebonromo
  120. > Klandung
  121. > Ngarum
  122. > Pilangsari

  123. KEC. PLUPUH
  124. > Cangkol
  125. > Dari
  126. > Gedongan
  127. > Gentan Banaran
  128. > Jabung
  129. > Jembangan
  130. > Karanganyar
  131. > Karangwaru
  132. > Karungan
  133. > Manyarejo
  134. > Ngrombo
  135. > Plupuh
  136. > Pungsari
  137. > Sambirejo
  138. > Sidokerto
  139. > Somomorodukun

  140. KEC. SAMBIREJO
  141. > Blimbing
  142. > Dawung
  143. > Jambeyan
  144. > Jetis
  145. > Kadipiro
  146. > Musuk
  147. > Sambi
  148. > Sambirejo
  149. > Sukorejo

  150. SAMBUNGMACAN
  151. > Banaran
  152. > Banyuurip
  153. > Bedoro
  154. > Cemeng
  155. > Gringging
  156. > Karanganyar
  157. > Plumbon
  158. > Sambungmacan
  159. > Toyogo

  160. KEC.SIDOHARJO
  161. > Bentak
  162. > Duyungan
  163. > Jambanan
  164. > Jetak
  165. > Pandak
  166. > Patihan
  167. > Purwosuman
  168. > Sidoharjo
  169. > Singopadu
  170. > Sribit
  171. > Taraman
  172. > Tenggak

  173. KEC. SRAGEN
  174. > Karang Tengah
  175. > Kedungupit
  176. > Nglorog
  177. > Sine
  178. > Sragen Kulon
  179. > Sragen Tengah
  180. > Sragen Wetan
  181. > Tangkil

  182. KEC. SUKODONO
  183. > Baleharjo
  184. > Bendo
  185. > Gebang
  186. > Jati Tengah
  187. > Juwok
  188. > Karanganom
  189. > Majenang
  190. > Newung
  191. > Pantirejo

  192. SUMBERLAWANG
  193. > Cepoko
  194. > Hadiluwih
  195. > Jati
  196. > Kacangan
  197. > Mojopuro
  198. > Ngandul
  199. > Ngargosari
  200. > Ngargotirto
  201. > Pagak
  202. > Pendem
  203. > Tlogotirto

  204. KEC. TANGEN
  205. > Denanyar
  206. > Dukuh
  207. > Galeh
  208. > Jekawal
  209. > Katelan
  210. > Ngrombo
  211. > Sigit

  212. KEC. TANON
  213. > Bonagung
  214. > Gabugan
  215. > Gading
  216. > Gawan
  217. > Jono
  218. > Kalikobok
  219. > Karangasem
  220. > Karangtalun
  221. > Kecik
  222. > Ketro
  223. > Padas
  224. > Pengkol
  225. > Sambiduwur
  226. > Slogo
  227. > Sewatu
  228. > Tanon


Pulau Seribu
Kang Lintas Kang Lintas
Kang Lintas Kang Lintas

Pengunjung Online

2010 Berita Sragen. All Rights Reserved. - Designed by Berita Sragen