CEMBRENGAN, Pesta Giling di Kabupaten Sragen
Artikel, Budaya, Utama 00.51
SMART – Masyarakat di Kabupaten Sragen tentu tidak asing lagi dengan perayaan cembengan, yaitu semacam pasar malam yang digelar di kompleks Pabrik Gula Mojo Sragen (PG Mojo) sebagai tanda dimulainya musim giling. Perayaan cembeng biasanya dilaksanakan sekitar bulan April atau Mei setiap tahunnya. Di arena ini dapat ditemukan berbagai sarana hiburan, mainan anak-anak, pedagang pakaian dan kebutuhan sehari-hari lainnya serta warung / rumah makan yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman. Sejarah Cembengan, berasal dari bahasa China “Cin Bing” yang berarti hari ziarah. Pada jaman penjajah Belanda, pekerja pabrik keturunan Tionghoa melakukan ritual ziarah kepada leluhur. Dalam perkembangannya, rangkaian Tradisi Cembengan meliputi ziarah ke makam mbah Paleh dan mbah Krandah. Sebagai acara pendukung turut dimeriahkan dengan berbagai lomba, pasar malam, kesenian tradisional dan pagelaran wayang kulit.
Cikal Bakal Cembengan dan Pabrik Gula Mojo
Konon, dilokasi tempat berdirinya pabrik Gula Mojo, terdapat dua buah makam yakni makam mbah Paleh dan mbah Krandah. Mbah Paleh dan mbah Krandah adalah pengikut Kyai Adipati Djaengrana dari Surabaya (Jawa Timur). Kompeni Belanda tahu bahwa Djaengrana merupakan orang kuat di Surabaya, maka Kompeni Belanda berupaya melumpuhkan Djaengrana dengan licik.
Djaengrana disuruh menghadap Raja Surakarta (Pakubuwono I), tetapi sesampai disebuah tempat yang sekarang menjadi kota Sragen. Djaengrana beserta pengikutnya dicegah dengan dalih menghadap Raja tidak boleh membawa pengikut dan benda-benda pusaka. Niat Kompeni yang ingin membunuhnya, akhirnya terwujud, sesampai di Laweyan Surakarta, Djaengrana dibunuh, tepatnya tanggal 28 Februari 1709. Para pengikut Djaengrana menunggu di Sragen yang pada saat itu masih berupa hutan. Salah satu sesepuh di Sragen yang bernama Beluh menjengguk ke Surakarta tapi juga dibunuh. Akhirnya Mbah Paleh dan Mbah Krandah beserta pengikutnya yang lain “mbodro” di Sragen sampai meninggal dunia.
Pada tahun 1883 di Sragen didirikan Pabrik Gula, didekatnya ada pepunden yaitu makam mbah Paleh dan mbah Krandah. Karena sampai sekarang masih dianggap mempunyai nilai ritual maka setiap selamatan Giling dilakukan Ziarah ke makam Mbah Paleh dan Mbah Krandah.
Prosesi Selamatan Giling
Acara selamatan giling adalah suatu kegiatan ritual yang dilakukan Pabrik Gula di Jawa. Kegiatan ritual seperti ini dengan maksud agar dalam pelaksanaan giling (proses produksi) berjalan lancar dan selamat, sehingga dapat mencapai target produksi.
Selain dilakukan peletakan batu pertama untuk menandai bahwa Pabrik Gula telah siap giling, puncak acara dalam ritual selamatan giling tersebut adalah methik (pemetikan) tebu temanten sampai dengan penggilingan tebu temanten. Tebu temanten tersebut terdiri dari tebu lanang (laki-laki) dan wedok (perempuan) yang dipethik dari kebun tebu. Kemudian tebu tersebut diletakkan di kantor tebang angkut yang terletak di kompleks PG Mojo. Selanjutnya, setelah uborampe (perlalatan) upacara selamatan lengkap, dipanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh seorang modin dengan ujub (niat) diberikan keberhasilan sehingga memperoleh keuntungan dan keselamatan karyawan dan mesin-mesinnya. Pada hari yang sama, Ziarah juga dilakukan makam sekitar PG Mojo di untuk mengenang mbah Paleh dan mbah Krandah, para leluhur sampai yang sekarang masih diangap mempunyai nilai ritual.
Kemudian, prosesi dilanjutkan dengan memasukkan Tebu temanten yang telah disiapkan ke penggilingan. Setelah prosesi ini selesai, acara syukuran dan ramah tamah dikemas dalam acara semacam resepsi. Bebagai pertunjukkan tradisional seperti Reog dan Tari Gambyong ikut mewarnai semaraknya pesta giling.
Diramaikan dengan Berbagai Pedagang dan Hiburan
Cembengan nampaknya menjadi sarana hiburan yang murah dan meriah bagi masyarakat di kota Sragen dan sekitarnya. Hampir setiap malam selama cembengan berlangsung, banyak warga yang mendatangi untuk mencari liburan atau sekedar jalan-jalan. Terlebih bila malam minggu atau malam hari libur, bisa dipastikan selepas Maghrib, ribuan masyarakat baik laki-laki perempuan, tua muda, dewasa anak-anak dari berbagai strata masyarakat berduyun-duyun memadati Cembengan yang terletak didepan komplek pabrik gula Mojo.
Apa yang menjadi daya tariknya sehingga mampu menarik masyarakat untuk mendatanginya. Tentunya karena berbagai fasilitas huburan rakyat yang dapat ditemukan ditempat tersebut, selain letaknya yang sangat strategis dijantung kota Sragen. Bagi warga yang hendak berbelanja, di Cembengan ini banyak terdapat pedagang aneka kebutuhan sehari-hari seperti baju, kaos, jaket, sepatu-sandal, topi, aneka acecoris dsb. Para pedagang kaki lima tersebut menjajakan dagangannya di seputar komplek PG Mojo, berbaur dengan aneka jenis hiburan lainnya.
Sementara bagi masyarakat yang hendak berekreasi, terutama warga yang memiliki putra-putri kecil, di Cembengan ini tersedia berbagai sarana hiburan yang murah. Seperti mobil-mobilan, komidi putar, mandi bola, permainan ketangkasan, kereta kelinci, ombak banyu dsb.
Selesai belanja dan rekreasi, bagi pengunjung yang lapar dan haus dapat berwisata kuliner disekitar PG Mojo. Aneka jajanan dapat ditemukan dengan mudah, seperti bakso, soto, mie ayam, sate ayam, sate kambing, sea food, pecel, nasi goreng dsb.
Es Dawet Pak Mbolon
Salah satu warung / rumah makan yang selalu ada dalam setiap perayaan cembeng adalah Es Dhawet Pak Mbolon. Bahkan es dhawet Pak Mbolon, identik dengan perayaan cembeng. Para pengunjung cembeng, biasanya tak pernah lupa untuk mampir di warung es pak Mbolon.
Menurut pemilik warus es dhawet Pak Mbolon, Mbolon Sunardi, usaha berjualan es Dawet yang kini ditekuninya tersebut pertama kali dirintis oleh orang tuanya yang memulai usaha sejak tahun 1968. Usaha warung es dawet ini dimulai oleh orang tuanya saat ada acara Krida Pramuka di Alun – alun Surakarta sekitar tahun 1968, dan masih menggunakan nama es dawet Miroso Asli.
Unsur budaya, hiburan dan ritual bercampur menjadi satu dalam Cembengan ini. Cembengan telah menjadi agenda rutin setiap tahunnya sejak puluhan tahun yang lalu. Lalu sampai kapan Cembengan akan eksis ditengah kemajuan budaya masyarakat saat ini. Sudah sepantasnya bila budaya nenek moyang ini terus dilestarikan, karena inilah salah satu kekayaan budaya bangsa yang tidak pernah ada di negara manapun. (N.Hart – Humas)
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :


